Mirisnya Melihat Politik Desaku

Pesta demokrasi di zaman modern ini tidak hanya kita rasakan di parlemen saja namun sudah menyeluruh hingga merambah ke semua lapisan masyarkat tidak terkecuali Pilkades Desa Bontomanai kec. bajeng Barat Kab Gowa. Pembangunan desa merupakan struktur politik paling rendah dalam bangunan politik nasional. meskipun demikian pembangunan desa termasuk memiliki peranan penting dalam menciptakan negara yang maju.

Pembangunan desa dalam menyosngsong kebangkitan negara memang sangat dirindukan beberapa masyarakat, terlebih lagi jika dapat menciptakan suasana yang adil, damai dan memberikan kesejahteraan bagi masyarakat. Tujuan mulia ini tidak sejalan dengan cita-cita negara maupun masyarakat sebagai pelaku politik. Hal ini terlihat dari kebiasaan di desa yang telah dibangun malah sedikit demi sedikit pudar dari tujuan pembangunan desa.

Politik memecah keharmonisan antar Warga BontomanaiBeberapa bulan sebelum mudik tahun lalu, diadakan pesta akbar di pedesaan. Ada beberapa calon yang tampil sebagai wakil desa, kesemuanya memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing. saya tidak akan menyoroti satu persatu wakil tersebut namun akan memberikan dampak dibalik pemilihan wakil rakyat ini. Salah satu dampak pilkades yang membuat saya prihatin adalah "berkurangnya rasa kekerabatan yang terjalin dengan warga".  Masing-masing memiliki figur yang diandalkan namun tidak sedikit dari mereka yang menjadikan figur tersebut sebagai perbedaan pendapat hingga memutus silaturrohim. baik itu dengan tetangga rumah, tetangga dusun, tetangga desa bahkan memutus silaturrohim dengan family sendiri. why??? jawabannya hanya mereka yang tau dan bagaimana harus menyikapi hal tersebut.

Di awal liburan, saya berkeinginan membuktikan perihal ketidakharmonisan tersebut. saya sengaja tidak mengendarai motor agar bisa menyapa warga. alhamdulillah semuanya masih menyapa, banyak di antara mereka yang menutursapa bahkan tidak sedikit dari mereka yang memuji saya "kamu semakin sejahtera di daerah rantau". hihiihi ternya barometer mereka hanya melihat bentuk fisik yang semakin melebar kesamping. ckckcck Saya belum memastikan sapaan mereka apakah hal tersebut merupakan kebiasaan mereka ataukah dikarenakan saya baru pulang dari perantauan. wallohu a'lam

Interaksi sosial semakin saya tingkatkan di hari-hari selanjutnya. hingga suatu saat saya mengikuti latihan sepak bola dan menyaksikan peristiwa yang tidak seharusnya disaksikan yaitu si A berpapasan dengan keluarga sendiri tanpa menoleh. jika di ibaratkan si A menghadap ke utara dan kelurganya menghadap ke timur. Naudzubillah 

Hal tersebut langsung saya tanyakan kepada teman. dengan  entengya dia berkata "korban politik desa". saya semakin penasaran hingga menanyakan kebeberapa kerabat namun jawabannya tetap sama.

Bermula dari mengadakan acara (Reunian) yang tidak dihadiri tatangga hingga beberapa tetangga yang tidak mengunjungi rumah setelah lebaran. merupakan bukti nyata akan kekhawatiran saya terhadap desa tercinta ini.

Jika melihat lembaran kegiatan yang pernah diadakan di rumah, tidak sedikit dari mereka yang ikut bercengkrama dengan keluarga dan teman-teman (saat reunian). Hingga kuliah di jurusan PAI UMY (Universitas Muhammadiyah Yogyakarta) hal tersebut masih menjadi tradisi di desa saya. Namun semenjak pilkades tahun lalu hati kecil saya seakan berteriak "jangan biarkan keharmonisan desa menjadi korban politik".

Tulisan ini merupakan wujud kekhawatiran saya jika hal ini masih berlarut-larut hingga beberapa tahun kemudian. mudahan paragraf yang saya uraikan bisa di baca oleh pihak-pihak terkait hingga bisa mengoreksi diri bagaimana membangun sebuah kerukunan antarwarga tanpa terbuai dengan janji politik.


Artikel Coret Apa Saja Lainnya :

0 komentar:

Post a Comment

Scroll to top